
Yonhap, pada Jumat (18/4/2025) mengungkapkan alasan konsorsium yang dipimpin LG batal berinvestasi proyek baterai kendaraan listrik (EV) terintegrasi senilai 7,7 miliar dollar AS (Rp 129,8 triliun) di Indonesia.
Dikatakan bahwa keputusan ini diambil setelah berkonsultasi dengan Pemerintah Indonesia, akibat adanya perubahan dalam lanskap industri, termasuk penurunan permintaan kendaraan listrik global.
“Mempertimbangkan kondisi pasar dan lingkungan investasi, kami memutuskan untuk keluar dari proyek tersebut,” kata pejabat dari LG Energy Solution, dikutip oleh Yonhap.
Meskipun demikian, LG dan mitra-mitranya akan tetap melanjutkan operasi bisnis lain di Indonesia, termasuk pabrik baterai Hyundai LG Indonesia Green Power (HLI Green Power), yang merupakan usaha patungan dengan Hyundai Motor Group.
Menurut sumber industri, konsorsium yang terdiri dari LG Energy Solution, LG Chem, LX International Corp, dan beberapa mitra lainnya, sebelumnya bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia serta perusahaan milik negara untuk membangun rantai produksi baterai EV.
Proyek ini meliputi pengadaan bahan baku, produksi prekursor, bahan katoda, hingga pembuatan sel baterai, dengan tujuan mendukung produksi kendaraan listrik di Indonesia.
Yonhap melanjutkan, Indonesia yang merupakan produsen nikel terbesar di dunia memainkan peran penting sebagai pemasok bahan utama pembuatan baterai EV.
Namun, sumber yang dikutip Yonhap mengungkapkan, proyek ini ditarik karena adanya EV chasm atau jurang EV, yaitu penurunan sementara atau terendah dalam permintaan kendaraan listrik secara global.
Tanggapan Pemerintah RI

Sementara itu, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Tri Winarno .
“Dia sebetulnya niat enggak sih mau investasi di sini? Kalau misalnya enggak niat ya sudah. Memang dari awal enggak ada niat berarti,” kata Tri di Kantor Kementerian ESDM, Senin (21/4/2025).
“Mau investor besar, mau kecil, yang penting niat enggak dia? Kalau cuma omong doang (omdo), ya enggak lah,” tambahnya.
Tri juga mengungkapkan, sejak awal LG dan mitra-mitranya sering kali tidak tepat waktu dalam menjalankan rencana proyek.
“Kan selalu enggak tepat waktu mereka, sudah berapa tahun. Kamu mau bangun rumah, terus habis itu kamu harusnya sudah groundbreaking, enggak juga. Ya sudah berarti dari kamu memang enggak serius kan,” lanjutnya.
Meskipun belum menyebutkan nama investor pengganti, Tri memastikan akan ada pihak baru yang siap melanjutkan agenda hilirisasi nikel di Indonesia.
“Nanti lah kita lihat ya,” ujarnya singkat.