
Sejak pemisahan India dan pembentukan Pakistan pada 1947, kedua negara tetangga yang memiliki senjata nuklir ini terlibat dalam dua perang untuk memperebutkan Kashmir.
India dan Pakistan sampai sekarang masih mengeklaim wilayah yang mayoritas penduduknya beragama Islam tersebut secara penuh, tetapi hanya sebagian area yang mereka kuasai.
Tak hanya India dan Pakistan, China juga mengelola sebagian kawasan Kashmir. Alhasil, Kashmir menjadi salah satu wilayah dengan kehadiran personel militer terbanyak di dunia.
Pada 2019, Parlemen India menghapuskan status otonomi khusus Kashmir.
Sejak saat itu, Pemerintah India berulang kali mengeklaim bahwa situasi keamanan di wilayah tersebut telah membaik dan pemberontakan terhadap pemerintahan India telah mereda.
Namun, klaim Pemerintah India itu dipertanyakan setelah insiden yang menewaskan 26 orang mematikan pada Selasa (22/4/2025).
Tentara India memantau situasi di Kashmir.

Sejarah sejak 1947
Setelah India dan Pakistan memperoleh kemerdekaan dari Inggris pada 1947, mantan penguasa Kashmir diberikan pilihan untuk bergabung dengan India atau Pakistan.
Maharaja Kashmir, Hari Singh, adalah seorang pemimpin beragama Hindu yang memerintah penduduk mayoritas Muslim dan wilayah yang terjepit di antara dua negara. Dia tidak bisa memutuskan.
Dia kemudian menandatangani perjanjian sementara untuk mempertahankan layanan transportasi dan layanan publik lainnya dengan Pakistan.
Pada Oktober 1947, sebuah kelompok dari Pakistan menyerbu Kashmir.
Serangan ini dipicu oleh kabar serangan terhadap penduduk Muslim dan kefrustrasian dengan taktik Hari Singh yang menunda-nunda.
Sang Maharaja lantas meminta bantuan militer India.

Gubernur Jenderal India, Lord Mountbatten, meyakini perdamaian akan terwujud jika Kashmir bergabung dengan India untuk sementara waktu, sambil menunggu pemungutan suara mengenai status akhir Kashmir.
Hari Singh setuju dengan usulan itu. Dia menandatangani kesepakatan yang menyerahkan kendali atas kebijakan luar negeri dan pertahanan Kashmir kepada India.